Jumat, 25 November 2011



Sumber Daya Geologi dan PSDG
Wilayah Indonesia merupakan daerah pertemuan atau benturan tiga lempeng tektonik yaitu Eurasia , Hindia-Australia dan Pasifik. Benturan tersebut sudah terjadi sejak jutaan tahun yang lalu, yang mengakibatkan adanya pergerakan pulau dan struktur batuan yang beragam. Berbagai jenis dan umur batuan batuan yang bervariasi membuat wilayah Indonesia kaya dengan sumberdaya mineral baik logam, non logam dan energi. Jenis mineral logam seperti emas, tembaga, perak, besi, kromit, timah, dsb. Jenis mineral non logam seperti belerang, batugamping, gambut, dsb. Jenis energi yang banyak tersedia di wilayah Indonesia diantaranya minyak, gas, batubara, dsb. Selain potensi sumberdaya yang cukup banyak tersedia, wilayah Indonesia juga merupakan zona-zona sesar, patahan dan deretan gunung api aktif yang memanjang dari ujung Sumatera sampai ke Maluku.
Jenis Sumberdaya Geologi:
·         Batubara
·         NonLogam
·         Logam
·         Panas Bumi

Kegiatan eksplorasi sumber daya mineral, batubara dan sumber daya geologi lainnya sangat tergantung pada permintaan, harga, ongkos produksi, teknologi pengolahan dan kondisi politik, ekonomi dan hukum serta keamanan suatu Negara. Oleh karenanya diperlukan kajian pemilihan mineral untuk kepentingan eksplorasi sumberdaya mineral, batubara dan sumber daya bumi lainnya. Berdasarkan data statistik mineral yang diterbitkan oleh USGS 2008, produksi dan harga komoditas mineral naik tajam sejak tahun 1990 dan terjadi lonjakan kenaikan harga seperti emas, nikel, besi, molybdenum, aluminium, uranium, batubara dan sebagainya.
Indonesia yang secara geologi, sangat menarik untuk terbentuknya mineral, batubara, panas bumi dan minyak dan gas bumi. Berdasarkan hasil kajian besaran nilai pasar, kondisi geologi dan minat investasi di Indonesia, diusulkan jenis mineral yang diutamakan untuk dieksplorasi yang terdiri dari emas, tembaga dan mineral ikutannya, batubara, potasium, titanium dioksid, dan nikel-kobal-krom. Selanjutnya jenis mineral yang dianggap perlu dilakukankajian/riset/joint study antara lain adalah timah putih, timah hitam-seng, molibden, bauksit, platinum grup, belerang gunungapi, bijih besi, intan dan uranium).

PSDG (PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI)

Sejarah Pusat Sumber Daya Geologi
Masa Penjajahan Belanda
1850 :  Dienst Van Het Mijnwezen.
1863 :  Dienst Van Het Mijnwezen digabung ke Direktie Der Budgelijke Openbara Wereken.
1866 :  Dienst Van Het Mijnwezen masuk ke Departemen Van Onderwijs.
1929 :  Dienst Van Het Mijnwezen berubah menjadi Geologische Museum Bandoeng.
Masa Penjajahan Jepang
1942 :  Dienst Van Het Mijnwezen berubah menjadi Kogyoo Zimussho.
1943 :  Kogyoo Zimussho berubah menjadi Chisitu Chosajo : Chisitu Kakari/Perpetaan, Kosan Kakari/Gunung api, Seizu Kakari/Kartografi. 
Republik Indonesia
1945 :  11-9-1945  Dibentuk Jawatan Tambang dan Geologi, Kementerian Kemakmuran.
1952 :  Pusat Jawatan Geologi, Direktorat Pertambangan, Kementerian Perekonomian.
1957 :  Direktorat Pertambangan menjadi Jawatan Pertambangan dan Jawatan Geologi, Departemen Perindustrian Dasar.
1962 : Jawatan Pertambangan dan Jawatan Geologi berubah  menjadi Direktorat Geologi dan Direktorat Pertambangan, Departemen Pertambangan.
1979 : Direktorat Geologi, Direktorat Jenderal Pertambangan Umum (DJPU) yang terdiri dari : Direktorat Sumberdaya Mineral (DSM), Direktorat Geologi Tata Lingkungan (DGTL), Direktorat Vulkanologi (DV), Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (PPPG), Departemen Pertambangan dan Energi (DPE).
1985 : Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral (DJGSM) yang terdiri dari : DSM, DGTL, DV, PPPG, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPGL), Departemen Pertambangan dan Energi (DPE).
2001 : DJGSM gabung dengan eks DJPU yang terdiri dari : DSM yang berubah menjadi Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM), Direktorat Geologi Tata Lingkungan dan Kawasan Pertambangan (DGTLKP), Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (DVMB), Direktorat Teknik Mineral dan Batubara (DTMB), Direktorat Pengusahaan Mineral dan Batubara (DPMB), Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM).
2005 : DIM berubah menjadi Pusat Sumber Daya Geologi (PMG) di bawah Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM). Unit lain di bawah Badan Geologi adalah : Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVG), Pusat Lingkungan Geologi (PLG), Pusat Survei Geologi (PSG). 
TUGAS DAN FUNGSI

1.      Penyiapan penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program penelitian, penyelidikan dan pelayanan di bidang sumber daya geologi; 
2.      Pelaksanaan penelitian, penyelidikan, inventarisasi, eksplorasi, perekayasaan teknologi,  pemodelan dan pelayanan di bidang sumber daya geologi, serta pengelolaan dan.
3.      Pelayanan sarana dan prasarana sarana teknik dan informasi di bidang geologi dan sumber daya geologi;
4.      Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan penelitian, penyelidikan, inventarisasi, eksplorasi, perekayasaan teknologi, pemodelan dan pelayanan di bidang sumber daya geologi; dan
5.      Pelaksanaan administrasi pusat sumber daya geologi.


Perkembangan Teknologi Eksplorasi dan Eksploitasi Migas

JAKARTA. Penerapan teknologi pada industri minyak dan gas (migas) kini menghadapi tantangan berat dari soal peningkatan produksi, inefisiensi biaya, meroketnya harga minyak dunia hingga tuntutan dampak pencemaran lingkungan.
Dalam Acara Offshore Northern Seas (ONS) Conference and Exhibition di Stavanger, Swedia. Beberapa waktu lalu dipamerkan beberapa teknologi terbaru Eksplorasi dan Eksploitasi Migas. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan DESDM mengatakan, perkembangan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas terutama pada kawasan offshore dan laut dalam sudah sangat pesat, sehingga dengan teknologi terbaru ini selain dapat meningkatkan produksi dengan menekanlosses hingga 5%, juga dapat menghemat biaya hingga sebesar 30% dalam penghematan perawatan peralatan.
“Selain keuntungan yang dapat diraih seperti disebutkan diatas, juga dapat menekan kemungkinan dampak buruk terhadap kesehatan, keselamatan dan lingkungan”, lanjut Bambang Dwiyanto.
Teknologi lainnya yang dipamerkan pada acara tersebut yaitu, teknik Total Subsea Solution dan IOR (increase Oil Recovery). Teknologi ini mengintervensi sumur dan “Drilling Sidetracks”, pada sumur existing didasar laut dalam, pada kedalaman lebih dari 3000 meter. Metode ini menurut Bambang Dwiyanto telah diaplikasikan tanpa menggunakan “Jack-up Rig”, tetapi menggunakan “Riserless Light well intervention” pada kapal yang dilengkapi dengan sistem “ Dinamic Position” dengan pemboran dilakukan menggunakan sistem “Composite Cable” yang terhubung dengan “Trought Tubin Rotary Drilling”. Selanjutnya menurut beliau, hal lain yang menjadi unggulan teknologi sub-sea ini ialah meningkatkan laju produksi migas dengan cara”Subsea Produced Water Removed”, yaitu memisahkan air dan menginjeksikannya kembali pada lubang bor lainnya. Teknologi IOR ini telah berhasil mengekstrak 19 juta barrel di sumur-sumur North Sea.
“ Teknologi

Rabu, 06 Juli 2011

TENAGA EKSOGEN

ABSTAK
Indonesia merupakan Negara yang terletak diantara patahan lempeng  indoausralia, lempeng eurasi dan lempeng pasifik yang dapat mengakibatkan Indonesia berada dalam gangguan bencana, baik dari pengaruh tenaga eksogen maupun tenaga endogen.
Dalam hal ini dibahas ‘MITIGASI DINI : GEJALA MASSWASTING, TANAH LONGSOR’.
Dilihat dari permukaan bumi yang begitu luas, tanah Indonesia termasuk tanah yang labil, dimana hanya terdapat dua musim yang dapat mempengaruhi kandungan serta tekstur tanah di Indonesia.
Seringnya terjadi bencana, lebih di akibatkan karena kegiatan manusia yang tidak terkontrol dan kurang menghargai alam, walau sebenarnya kita semua hidup sangat tergantung pada alam.
Longsor terjadi saat lapisan bumi paling atas dan bebatuan terlepas dari bagian utama gunung atau bukit. Hal ini biasanya terjadi karena curah hujan yang tinggi, gempa bumi, atau letusan gunung api. Dalam beberapa kasus, penyebab pastinya tidak diketahui. Longsor dapat terjadi karena patahan alami dan karena faktor cuaca pada tanah dan bebatuan. Kasus ini terutama pada iklim lembab dan panas seperti di Indonesia.







BAB I
PENDAHULUAN

A.  Pengertian Masswasting
Masswasting dapat diartikan sebagai semua pengangkutan massa puing batuan menuruni lereng akibat pengaruh langsung tenaga gravitasi.
(hand out Nedi Sunedi,2002)
Secara garis besar Gerak Masa Batuan (Mass Movement) dapat diartikan sebagai perpindahan material batuan di permukaan bumi akibat gaya gravitasi yang dimiliki bumi. Perpindahan ini dapat terjadi dalam waktu yang singkat maupun waktu yang lama. Satu ciri yang dapat digunakan sebagai acuan bahwa bentuklahan yang ada akibat adanya pergerakan masa batuan adalah tidak adanya sortasi/pemilahan material. Seluruh material baik kasar maupun halus akan tercampur aduk menjadi satu.
B.  Jenis Masswasting
Masswasting merupakan suatu proses akibat dari adanya gaya geologi.  Masswasting sendiri terbagi atas empat bagian yang masing-masing terdiri atas berapa kejadian-kejadian yang dapat merusak alam (bencana).
Shape membedakan masswasting menurut gerakan dan keadaaan batuannya yang dipindahkan menjadi empat kelompok, yaitu : gerakan lamban, gerakan cepat, tanah longsor dan tanah amblas. 

1.1  Macam-macam Masswasting menurut Shape
Dalam hal ini akan dibahas tentang tanah longsor dan mitigasi (cara penanggulangannannya)

C.  Tinjauan Terhadap Jenis Tanah di Indonesia
Tanah Indonesia termasuk tanah yang labil, dimana hanya terdapat dua musim yang dapat mempengaruhi kandungan serta tekstur tanah di Indonesia.
Seringnya terjadi bencana, lebih di akibatkan karena kegiatan manusia yang tidak terkontrol dan kurang menghargai alam  walau sebenarnya kita semua sangat tergantung pada alam.
Longsor terjadi saat lapisan bumi paling atas dan bebatuan terlepas dari bagian utama gunung atau bukit. Hal ini biasanya terjadi karena curah hujan yang tinggi, gempa bumi, atau letusan gunung api. Dalam beberapa kasus, penyebab pastinya tidak diketahui. Longsor dapat terjadi karena patahan alami dan karena faktor cuaca pada tanah dan bebatuan. Kasus ini terutama pada iklim lembab dan panas seperti di Indonesia. Ketika longsor berlangsung lapisan teratas bumi mulai meluncur deras pada lereng dan mengambil momentum dalam luncuran ini, sehingga luncuran akan semakin cepat (sampai sekitar 30 meter/detik). Volume yang besar dari luncuran tanah dan lumpur inilah yang merusak rumah-rumah, menghancurkan bangunan yang kokoh dan menyapu manusia        dalam    hitungan     detik.

D.   Macam-macam Penaggulangannya
5 cara penanggulangan tanah longsor
1.     Tanam pohon. Gerakan menanam sejuta pohon yang dicanangkan pemerintah harus segera direalisasikan. Jangan indah dalam kata, namun miskin dalam aksi nyata. Menanam pohon akan membuat tanah menjadi  segar kembali. Asri dan sejuk, fungsipun akan kembali sebagai  penjaga keseimbangan kehidupan manusia, bukan sebagai perusak kehidupan.
2.     Tata ruang. Kebijakan makro oleh pemerintah tercermin  dari pengelolaan tata wilayah. Sebagian persen wilayah kota tetap dijadikan lahan hijau. Tata ruang yang baik akan memberikan ruang besar untuk lahan hijau.
3.     Cagar Alam. Sekiranya lahan tersebut memang rawan dari tangan-tangan jahil, dan rawan terjadi pembalakan liar. Haruslah ada penanganan serius dari pemerintah. Sedia hutan sebelum longsor.
4.     Relokasi. Kebijakan ini pasti menuai kontroversi karena akan menuai dana yang besar. Namun, relokasi dapat dipertimbangkan serius jika beban ancaman masyararkat lebih besar. Menyangkut nyawa, kita harus zero tolerance. Relokasi akan sangat berguna sekali untuk menghilangkan potensi tanah longsor yang mengancam jiwa.
5.     Early warning system. Selayaknya tsunami tanah longsorpum seharusnya memiliki early warning system. Mengapa??? Karena korban yang berjatuhan selama ini kerab dikaitkan dengan informasi bencana.




















BAB II
PEMBAHASAN
A.   Masswating, Tanah Longsor

 Secara garis besar Gerak Masa Batuan (Mass Movement) dapat diartikan sebagai perpindahan material batuan di permukaan bumi akibat gaya gravitasi yang dimiliki bumi. Perpindahan ini dapat terjadi dalam waktu yang singkat maupun waktu yang lama. Satu ciri yang dapat digunakan sebagai acuan bahwa bentuklahan yang ada akibat adanya pergerakan masa batuan adalah tidak adanya sortasi/pemilahan material. Seluruh material baik kasar maupun halus akan tercampur aduk menjadi satu.
Masswasting merupakan bagian dari gaya geologi. Tenaga atau gaya geologi adalah kekuatan yang menyebabkan permukaan bumi mengalami perubahan. Sedangkan yang dimaksud proses geologi adalah segala perubahan baik fisik maupun kimia yang mengakibatkan modifikasi konfigurasi/berubahnya bentuk permukaan bumi.
Gaya geologi selebihnya bisa mengakibatkan bencana alam, dan kerusakan permukaan bumi lainnya. Baik oleh bantuan manusia ataupun terjadi secara alami. Bencana adalah peristiwa alam yang diakibatkan oleh proses alam yang terjadi secara alami maupun yang diawali oleh tindakan manusia, dan meninbulkan resiko dan bahaya terhadap kehidupan manusia, baik kerugian harta benda ataupun korban jiwa.
Dalam bab ini salah satu bencana yang mengancam akibat gaya geologi adalah massawting (Tanah Longsor).
Dalam proses masswasting, air memegang peranan sebagai pembantu. Pada batuan yang banyak mengandung air, gerakan massa batuan akan lebih cepat daripada batuan yang kering. Pada proses wasswasting, air hanya sebagai pemicu dan jumlahnya sedikit serta fungsinya bukan sebagai pengangkut, melainkan hanya sekedar membantu memperlancar gerakan.
Shape membedakan masswasting menurut gerakan dan keadaaan batuannya yang dipindahkan menjadi empat kelompok, yaitu :
1.2  Macam-macam Masswasting menurut Shape

Perpindahan Masa Batuan ini sendii dapat dibedakan menjadi beberapa tipe, antara lain :
1.    Tipe Creep (Rayapan)



Rayapan merupakan gerak masa batuan yang sangat lambat, sehingga proses rayapannya hampir tak dapat diamati. Perpindahan Masa Batuan bertipe Creep ini hanya bisa diketahui dengan gejala-gejala seperti menjadi miringnya tiang listrik atau dengan melihat ketidakteraturan permukaan tanah. Jika dilihat dari kecepatannya maka tipe Creep ini memiliki kecepatan antara 1 mm hingga 10 m pertahun.
 

2.    Tipe Luncuran (Slides)


Tipe Luncuran ini lebih sering dikenal orang awam dengan bencana tanah longsor. Gerakan masa batuan seperi inilah yang sering menimbulkan korban jiwa. Secara umum luncuran batuan dapat diartikan sebagai pepindahan material permukaan bumi menuruni lereng dengan cepat. Berdasar bidang luncurannya maka tipe pepindahan masa batuan ini dapat dibedakan menjadi transisional dan rotasional. Untuk luncuran yang memiliki bidang luncur lurus disebut dengan transitional slide, sedangkan luncuran yang memiliki bidang luncur melengkung disebut sebagai rotational slide contoh: Slump.







3.    Tipe Aliran

Gerak Masa Batuan tipe aliran ini dicirikan dengan adanya bidang geser (shear plan). Tipe aliran ini dapat dibedakan dengan rayapan dari batas yang tegar dan material yang terpindahkan. Menurut Vames (1978) alirm masa batuan dapat dibedakan menjadi aliran kering, suliflaction, aliran tanah, aliran debris, dan debris avelanche. Dari kesemua tipe tersebut tipe suliflaction adalah gerak masa batuan tipe aliran yang paling lambat bergerak. Hal ini terjadi karena lapisan tanah memiliki kejenuhan yang tinggi terhadap air. Tipe suliflaction dapat berlangsung pada medan dengan kemiringan hanya 1° dan dapat pula terjadi pada lingkungan periglasial.

4.     Tipe Heave


 Gerak masa batuan bertipe Heave ini terjadi karena adanya proses kembang kerut tanah. Tanah yang banyak mengandung lempung smectile biasa mengalami kembang kerut. Ketika tanah ini mengembang maka volume akan bertambah kearah tegak lurus bidang lereng. Oleh sebab itu akan terjadi desakan kearah lereng bawah. Tipe heave sendiri masih dapt dibagi menjadi rayapan tanah dan rayapan talus. Tipe heave ini dikendalikan oleh kuanitas kandungan tanah terhadp lempung jenis smectile atau illit dan relief mikro akibat adanya proses kembang kempis.
5.     Tipe Jatuhan


 Gerak masa batuan bertipe jatuhan ini dicirikan oleh pegerakan melalui udara. Pada umumnya fragmen batuanlah yang seolah terbang. Didalm kenyataannya sangat sulit menemui tip pergerakn masa batuan seperti ini. Suatupengecualian pada tebing sungai yang runtuh dan sering diistilahkan dengan bank calving.
6.    Tipe Runtuhan (Subsidence)


Ciri utama dri pergerakan masa batuan ini adalah tak kuatnya lagi penopang batuan yang ada. Ketika penopang sudah tak kuat atau bahkan sudah hilang maka masa batuan diatasnya akan jatuh secara cepat yang disebut dengan runtuh.

B.     Masswasting dan Dampak terhadap Kehidupan

Tanah longsor sendiri merupakan gejala alam yang terjadi di sekitar kawasan pegunungan. Semakin curam kemiringan lereng satu kawasan, semakin besar kemungkinan terjadi longsor. Semua material bumi pada lereng memiliki sebuah "sudut mengaso" atau sudut di mana material ini akan tetap stabil. Bebatuan kering akan tetap di tempatnya hingga kemiringan 30 derajat, akan tetapi tanah yang basah akan mulai meluncur jika sudut lereng lebih dari 1 atau 2 derajat saja.
Longsor terjadi saat lapisan bumi paling atas dan bebatuan terlepas dari bagian utama gunung atau bukit. Hal ini biasanya terjadi karena curah hujan yang tinggi, gempa bumi, atau letusan gunung api. Dalam beberapa kasus, penyebab pastinya tidak diketahui. Longsor dapat terjadi karena patahan alami dan karena faktor cuaca pada tanah dan bebatuan. Kasus ini terutama pada iklim lembab dan panas seperti di Indonesia. Ketika longsor berlangsung lapisan teratas bumi mulai meluncur deras pada lereng dan mengambil momentum dalam luncuran ini, sehingga luncuran akan semakin cepat (sampai sekitar 30 meter/detik). Volume yang besar dari luncuran tanah dan lumpur inilah yang merusak rumah-rumah, menghancurkan bangunan yang kokoh dan menyapu manusia    dalam  hitungan          detik.
Meskipun tanah longsor merupakan gejala alam, beberapa aktifitas manusia bisa menjadi faktor penyebab terjadinya longsor, ketika aktifitas ini beresonansi dengan kerentanan dan kondisi alam yang telah disebutkan. Contoh aktifitas manusia ini adalah penebangan pepohonan secara serampangan di daerah lereng; Penambangan bebatuan, tanah atau barang tambang lain yang menimbulkan ketidakstabilan lereng; Pemompaan dan pengeringan air tanah yang menyebabkan turunnya level air tanah, pengubahan aliran air kanal dari jalur alaminya, kebocoran pada pipa air yang mengubah struktur (termasuk tekanan dalam tanah) dan tingkat kebasahan tanah dan bebatuan (juga daya ikatnya); Pengubahan kemiringan kawasan (seperti pada pembangunan jalan, rel kereta atau bangunan), dan pembebanan berlebihan dari bangunan di kawasan perbukitan.
Para ilmuwan mengkatagorikan tanah longsor sebagai salah satu bencana geologis yang paling bisa diperkirakan. Ada tiga parameter untuk memantau kemungkinan terjadinya perpindahan massa tanah dalam jumlah besar dalam bentuk longsor, yaitu:

1. Keretakan pada tanah adalah ujud yang biasa ditemui pada banyak kasus. Bentuknya bisa konsentris (terpusat seperti lingkaran) atau paralel dan lebarnya beberapa sentimeter dengan panjang beberapa meter, sehingga bisa dibedakan dari retakan biasa. Formasi retakan dan ukurannya yang makin lebar merupakan parameter ukur umum semakin dekatnya waktu  longsor;
2. Penampakan runtuhnya bagian-bagian tanah dalam jumlah besar;
3. Selanjutnya kejadian longsor di satu tempat menjadi parameter kawasan tanah longsor lebih luas lagi. Perubahan-perubahan ini seiring waktu mengindikasikan dua hal: kerusakan lingkungan (misalnya penggundulan hutan dan perubahan cuaca secara ekstrim) dan menjadi tanda-tanda penting bahwa telah terjadi penurunan kualitas landskap dan ekosistem.

C.    Mitigasi Bencana Tanah Longsor
Mitigasi bencana longsor pada prinsipnya bertujuan untuk meminimumkan dampak bencana tersebut. Untuk itu kegiatan early warning (peringatan dini) bencana menjadi sangat penting. Peringatan dini dapat dilakukan antara lain melalui prediksi cuaca/iklim sebagai salah satu faktor yang menentukan bencana longsor.
Pemanfaatan data satelit khususnya untuk aplikasi data satelit untuk bencana geologi dihadapkan pada masalah pemilihan jenis data dan metode pengolahannya. Kebutuhan data dengan resolusi tinggi (spasial, spektral, temporal) perlu dikombinasikan menjadi suatu aplikasi komplementer, sehingga keunggulan masing-masing data dapat dimanfaatkan.
Khusus dalam aplikasi data ASTER (Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer), hingga saat ini telah banyak dilakukan riset untuk menyusun model pengolahan data bagi aplikasi bencana geologi. Namun, untuk penerapannya di Indonesia perlu dilakukan riset dengan cara mengkaji karakteristik band yang berhubungan dengan bencana geologi sehinga dapat disusun model pengolahan datanya untuk tujuan operasional.
Sementara itu data ALOS (Advanced Land Observing Satellite) adalah jenis data satelit yang masih relatif baru, meskipun sudah diluncurkan sejak Januari 2006, namun pemanfaatan datanya belum banyak dikaji secara intensif.
5 cara penanggulangan tanah longsor
1.      Tanam pohon. Gerakan menanam sejuta pohon yang dicanangkan pemerintah harus segera direalisasikan. Jangan indah dalam kata, namun miskin dalam aksi nyata. Menanam pohon akan membuat tanah menjadi  segar kembali. Asri dan sejuk, fungsipun akan kembali sebagai  penjaga keseimbangan kehidupan manusia, bukan sebagai perusak kehidupan.
2.      Tata ruang. Kebijakan makro oleh pemerintah tercermin  dari pengelolaan tata wilayah. Sebagian persen wilayah kota tetap dijadikan lahan hijau. Tata ruang yang baik akan memberikan ruang besar untuk lahan hijau.
3.      Cagar Alam. Sekiranya lahan tersebut memang rawan dari tangan-tangan jahil, dan rawan terjadi pembalakan liar. Haruslah ada penanganan serius dari pemerintah. Sedia hutan sebelum longsor.
4.      Relokasi. Kebijakan ini pasti menuai kontroversi karena akan menuai dana yang besar. Namun, relokasi dapat dipertimbangkan serius jika beban ancaman masyararkat lebih besar. Menyangkut nyawa, kita harus zero tolerance. Relokasi akan sangat berguna sekali untuk menghilangkan potensi tanah longsor yang mengancam jiwa.
5.      Early warning system. Selayaknya tsunami tanah longsorpum seharusnya memiliki early warning system. Mengapa??? Karena korban yang berjatuhan selama ini kerab dikaitkan dengan informasi bencana.












BAB III
SIMPULAN
Bahwa di muka bumi ini terdapat bebrapa proses tenaga dari akibat gaya geologi. Yang dapat mengancam jiwa, harta benda serta keruian materi.
Salah satu bencana masswasting adalah tanah longsor. Longsor atau gerakan tanah merupakan salah satu bencana geologis yang disebabkan oleh faktor-faktor alamiah maupun non alamiah. Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran yang bergerak ke bawah atau keluar lereng. Dampak dari bencana ini sangat merugikan, baik dari segi lingkungan maupun sosial ekonomi.
Mitigasi bencana longsor pada prinsipnya bertujuan untuk meminimumkan dampak bencana tersebut. Untuk itu kegiatan early warning (peringatan dini) bencana menjadi sangat penting. Peringatan dini dapat dilakukan antara lain melalui prediksi cuaca/iklim sebagai salah satu faktor yang menentukan bencana longsor.
Pemanfaatan data satelit khususnya untuk aplikasi data satelit untuk bencana geologi dihadapkan pada masalah pemilihan jenis data dan metode pengolahannya. Kebutuhan data dengan resolusi tinggi (spasial, spektral, temporal) perlu dikombinasikan menjadi suatu aplikasi komplementer, sehingga keunggulan masing-masing data dapat dimanfaatkan.
5        cara penanggulangan tanah longsor
1.         Tanam pohon. Gerakan menanam sejuta pohon yang dicanangkan pemerintah harus segera direalisasikan. Jangan indah dalam kata, namun miskin dalam aksi nyata. Menanam pohon akan membuat tanah menjadi  segar kembali. Asri dan sejuk, fungsipun akan kembali sebagai  penjaga keseimbangan kehidupan manusia, bukan sebagai perusak kehidupan.
2.         Tata ruang. Kebijakan makro oleh pemerintah tercermin  dari pengelolaan tata wilayah. Sebagian persen wilayah kota tetap dijadikan lahan hijau. Tata ruang yang baik akan memberikan ruang besar untuk lahan hijau.
3.         Cagar Alam. Sekiranya lahan tersebut memang rawan dari tangan-tangan jahil, dan rawan terjadi pembalakan liar. Haruslah ada penanganan serius dari pemerintah. Sedia hutan sebelum longsor.
4.         Relokasi. Kebijakan ini pasti menuai kontroversi karena akan menuai dana yang besar. Namun, relokasi dapat dipertimbangkan serius jika beban ancaman masyararkat lebih besar. Menyangkut nyawa, kita harus zero tolerance. Relokasi akan sangat berguna sekali untuk menghilangkan potensi tanah longsor yang mengancam jiwa.
5.         Early warning system. Selayaknya tsunami tanah longsorpum seharusnya memiliki early warning system. Mengapa??? Karena korban yang berjatuhan selama ini kerab dikaitkan dengan informasi bencana.













DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Yani, dan Ruhimat Rahmat.2007.Geografi,Menyingkap Fenomena Geosfer.Bandung:Grafindo Media Pratama.
Nedi, Sunedi,Drs,M.Si. Hand Out Geomorfologi Umum,2002
Yani Sri Astuti,M.Pd. Hand Out Pengantar Geologi,2008